Headlines News :

Lomba Blog BPJS Ketenagakerjaan

Home » » tradisi hadoroh dan tawasul

tradisi hadoroh dan tawasul

BAB I PEMBAHASAN A. Pengertian Hadhoroh Hadhoroh adalah bahasa Arab yang artinya hadir atau datang. Sedangkan pengembangan kata hadhoroh tersebut menjadi laqob ta’dzim sehingga terbentuk kata hadhorotun yang artinya yang mulia atau yang terhormat. Dari pengertian tersebut sebagaimana kita bisa mendengarkan kata: (illa hadrotin nabiyil mustofa … dst) Berarti mempersembahkan kepada yang mulia atua yang terhormat nama yang disebut setelahnya. Lafadh hadhoroh tersebut biasa digunakan pada saat kita akan melakukan do’a atau mendo’akan orang yang sudah meninggal, tahlilan dan lain sebagainya. B. Pengertian Tawasul Tawasul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Al-wasilah menurut bahasa berarti segala hal yang dapat menyampaikan dan mendekatkan kepada sesuatu. Bentuk jamaknya adalah wasaa-il (an-nihayah fil gharibil hadiit wal atsar: v/185 Ibnul Atsir). Sedang menurut istilah syari’at, al-wasilah yang diperintahkan dalam al-Qur’an adalah segala hal yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah Ta’ala, yaitu berupa amal ketaatan yang disyariatkan. (Tafsir Ath-Thabari IV/567 dan Tafsir Ibnu Katsir III/103).               Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 35) Mengenai ayat diatas Ibnu Abbas ra berkata, “Makna wasilah dalam ayat tersebut adalah al-qurbah (peribadatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah)” Demikian pula yang diriwayatkan dari Mujahid, Ibnu Wa’idl, al-Hasan, ‘Abdullah bin Katsir, as-Suddi, Ibnu Zaid dan yang lainnya. Qatadah berkata tentang makna ayat tersebut, “Mendekatlah kepada Allah dengan mentaati-Nya dan mengerjakan amalan yang diridhoi-Nya” (Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari IV/567 dan Tafsir Ibnu Katsir III/103) C. Dalil-Dalil Tentang Tawassul 1. Dalil dari Al-Qur’an Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah: 35.               Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 35) 2. Dalil dari Hadits a. Tawasul kepada nabi Muhammad saw sebelum lahir Sebagaimana nabi Adab as pernah melakukan tawasul kepada nabi Muhammad saw. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda: “Rasulullah saw berbada: “Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku meminta-Mu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku”, lalu Allah berfirman: ‘Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?” Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku ketika Engkau menciptakan diriku dengan tangan-Mu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari Ruh-Mu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis “Laailaah illallaah muhammadun rasulullah’ maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada nama-Mu kecuali nama makhluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab: “Benar Adam, sesungguhnya ia adalah makhluk yang paling Aku cintai, berdoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunyimu dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah aku menciptakanmu” b. Tawasul kepada nabi Muhammad saw dalam masa hidupnya Diriwayatkan oleh Imam Hakim: “Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah saw berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat” Rasulullah berkata “Ambillah air wudhu, lalu beliau berwudhu dan sholat dua rakaat, dan berkata: “Bacalah doa (artinya)” Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui nabi-Mu yang penuh kasih saying, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat”. Utsman berkata: “Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar”. (Hadits Riwayat Hakim di Mustadrak) c. Tawasul kepada nabi Muhammad saw setelah meninggal Diriwayatkan oleh Imam Addarimi: “Dari Aus bin Abdullah: “Suatuu hari kota Madinah mengalami kemarau panjng lalu datanglah penduduk Madinah ke Aisyah (Janda Rasulullah saw) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: ‘Lihatlah kubur Nabi Muhammad saw lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung” maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk maka disebutlah itu tahun gemuk” (HR. Imam Darimi) Diriwayatkan oelh Imam Bukhari: “Dari Anas bin Malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata: ‘Ya Tuhanku sesungguhnya kami bertawasul (berperantara) kepadamu melalui Nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawasul dengan paman nabi kami maka turunkanllah hujan kepada, lalu turunlah hujan”. d. Nabi Muhammad saw melakukan tawasul “Dari Abi Said al-Khudri; Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan shalat, lalu ia berdo’a (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murka-Mu dank arena mencari ridha-Mu, maka aku meminta-Mu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diri-Mu”, maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat ampunan untuknya” (HR. Ibnu Majad, dll) D. Pandangan Para Ulama Tentang Tawasul 1. Pandangan Ulama Madzhab Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya: “Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab: ‘Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat” (Al-Syifa’ karangan Qadli ‘Iyad al-Maliki juz: 2 hal: 32) 2. Pandangan Ibnu Taimiyah Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada Nabi Muhammad saw tanpa membedakan apakah beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata: “Dengan demikian, diperbolehkan tasawul kepada Nabi Muhamamd saw dalam doa.” 3. Pandangan Imam Syaukani Beliau mengatakan bahwa tawasul kepada nabi Muhamad saw ataupun kepada yang lain (orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shahabat. E. Tawasul yang Disyariatkan Berdasarkan penjelasan tentang pengetian tawasul di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap ketaatan dan sikap merendahkan diri di hadapan Allah dapat dijadikan sebagai bentuk tawassul. Namun di sama ada beberapa amal khusus yang disebutkan dalam dalil untuk dijadikan sebagai bentuk bertawasul kepada Allah, diantaranya: 1. Melalui asmaul husna 2. Membaca sholawat 3. Memilih waktu dan tempat mustajab - Waktu antara adzan dan iqamah - Di akhir shalat fardhu sebelum salam - Satu waktu di hari jum’at setelah ‘Ashar 4. Meminta orang shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya Namun ada beberapa hal yang perlu untuk diingat terkait dengan meminta orang lain agar mendo’akannya: - Hendaknya tidak dijadikan kebiasaan - Do’a yang diminta bukan murni masalah dunia dan untuk kepentingan pribadinya 5. Amal shaleh Tawasul yang disyari’atkan dapat dikelompokkan menjadi tiga: a. Tawasul dengan memuji Allah sambil menyebut asma’ul husna b. Tawasul dengan meminta ornag shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya c. Tawasul dengan amal shaleh. Membaca shalawat, memilih waktu yang mustajab dan semacamnya tercakup dalam amal shaleh F. Tawasul yang Terlarang Tawasul yang terlarang adalah menggunakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syari’at. Tawasul yang terlarang dapat dikelompokkan menjadi dua macam: 1. Bertawasul dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syari’at Diantara bentuk tawasul semacam ini adalah tawasul yang dilakukan sebagian kaum muslimin pada saat membaca shalawat Badr. Dalam shalawat iini terdapat kalimat , yang artinya: “Kami bertawasul dengan sang pemberi petunjuk Rasulullah dan setiap orang yang berjihad di jalan Allah, yaitu pasukan perang badar” 2. Tawasul dengan ruh orang shaleh, jin dan malaikat Tawasul jenis kedua ini adalah model tawaasul yang dilakukan oleh ornag-orang musyrik jahiliyah. Mereka meng-agung-kan berhala, kuburan, petilasan orang-orang shaleh karena mereka yakin bahwa ruh orang shaleh tersebut akan menyampaikan do’anya kepada Allah ta’ala. Bahkan bentuk tawasul semacam ini merupakan bentuk kemusyrikan yang terjadi pada kaumnya nabi Nuh as. Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas ra ketika menjelaskan awal terjadinya kesyirikan di saat beliau menafsirkan surat al-Baqarah ayat 213. Ibnu Abbas mengatakan, “Jarak antara Adam dan Nuh ada 10 abad. Semua manusia berada di atas syariat yang benar (syariat tauhid). Kemudian mereka berselisih (dalam aqidah). Akhirnya Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi peringatan”. BAB II KESIMPULAN Hadhoroh adalah bahasa Arab yang artinya hadir atau datang. Sedangkan pengembangan kata hadhoroh tersebut menjadi laqob ta’dzim sehingga terbentuk kata hadhorotun yang artinya yang mulia atau yang terhormat. Tawasul adalah mengambil sarana/wasilah agar do’a atau ibadahnya dapat lebih diterima dan dikabulkan. Tawasul yang disyari’atkan dapat dikelompokkan menjadi tiga: a. Tawasul dengan memuji Allah sambil menyebut asma’ul husna b. Tawasul dengan meminta ornag shaleh yang masih hidup untuk mendo’akannya c. Tawasul dengan amal shaleh. Membaca shalawat, memilih waktu yang mustajab dan semacamnya tercakup dalam amal shaleh Tawasul yang terlarang dapat dikelompokkan menjadi dua macam: 1. Bertawasul dengan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syari’at 2. Tawasul dengan ruh orang shaleh, jin dan malaikat Agama tidak melarang kita umat Islam untuk bertawasul, malah kita dianjurkan untuk melakukannya.
Share this article :

Blog Archive

Followers

Search This Blog

Blogger Themes

Random Post

Bagaimana Pendapat Anda dengan Blog ini?

Trending Topik

EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified
SELAMAT DATANG
script>
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Berbagai Kumpulan Makalah - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template